Berwisata di Penangkaran Ikan; Danau Tuadale
Danau
Tuadale. Danau yang terletak di dusun 23 desa Lifuleo, Kecamatan Kupang Barat,
Kabupaten Kupang. Danau yang berjarak ± 27 km dari pusat Kota Kupang ini
memilki akses yang tergolong cukup baik. Dan dapat ditempuh paling lama sekitar
1 jam dengan berkendara santai. Namun masalahnya, tidak tersedia kendaraan umum
untuk mencapai danau ini. Sehingga, pengunjungpun harus membawa kendaraan
pribadinya.
Nama danau Tuadale sendiri, sebenarnya terdiri atas
5 danau yang berbeda-beda. Dengan luas totalnya yang mencapai ± 10 ha. Danau ini dipenuhi dengan
berbagai jenis ikan. Mujair, kakap, gabus, dan juga ada ikan bandeng yang
menjadi komoditi utamanya. Danau Tuadale merupakan salah satu aset dari
pemerintah kabupaten Kupang. Namun danau ini sudah dikelola oleh Kepala Desa
Lifuleo, Bapak Yulius Tui, sejak tahun 1998 sebagai sebuah tempat penangkaran
ikan.
Ketika berada
di desa Lifuleo, kami (COMPAS MAPARSTA) mengunjungi 2 dari 5 danau yang ada.
Nampak mulai ada pembangunan di danau
pertama Tuadale. Mulai dari tugu, tempat bagi penjaga danau, hingga
penataan taman menggunakan bunga-bunga dengan bentuk dan pola yang unik. Danau
yang pertama ini telah menjadi rumah dari beberapa jenis burung. Mulai dari
burung puyuh, camar, dan ada juga burung jenis bangau putih. Adapula dirumorkan
bahwa terdapat buaya yang menghuni danau Tuadale ini. Marjon Tui. Salah satu
anak dari kepala desa Lifuleo menegaskan bahwa memang dahulu terdapat banyak
buaya di danau ini. Namun sekarang semua buaya telah melakukan pengungsian. Dan
entah kemana perginya. Sunggu mencurigakan.
Dari danau pertama, perjalanan dilanjutkan ke danau
berikutnya yang jaraknya hanya sekitar 200 meter. Untuk sampai ke danau ini,
pengunjung harus melewati jalan yang belum diaspal dan terbentuk dari bebatuan
lepas. Dengan karakter yang sangat berbeda dengan danau sebelumnya, danau kedua
ini nampak lebih terisolasi. Tak ada pula taman ataupun tugu yang telah tertata
dengan apik. Yang ada hanya ekosistem yang masih begitu sederhana dan
tradisional. Pepohonan rindang, sampan kecil yang digunakan untuk memukat ikan,
sebuah rumah kecil yang digunakan oleh si pengurus untuk beristirahat, tempat
untuk membakar ikan, juga sebuah rumah tanpa dinding beralaskan lantai kasar,
yang diatapi dengan daun lontar kering. Di rumah tanpa dinding inilah tempat
kita melepaskan lelah.
Danau Tuadale ini sangat ramai dikala akhir pekan
dan dan hari liburan. Namun ternyata sebagian besar pengunjung hanya singgah untuk sekedar
membakar ikan, yang kemudian dijadikan bekal dalam perjalanan ke obyek wisata
lain di sekitar danau. Seperti pantai Tablolong, ataupun pantai Air Cina.
Danau Tuadale
sudah memiliki peluang untuk dijadikan sebuah destinasi utama wisata,
dan bukan hanya sebagai atraksi dikala transit saja. Danau Tuadale sudah
memiliki nama di kalangan masyarakat. Namun masalahnya adalah bahwa ternyata
hanya satu dari lima danau yang ditata dengan baik. Dan sisa lainnya dibiarkan
dengan kondisinya yang apa adanya. Mungkin karena selama ini, manajemen di
danau Tuadale lebih mengarah kepada bisnis ikan air tawar, bukan ke dalam
bidang hospitality.
Untuk diketahui, bahwa ternyata ada dua obyek wisata
lain yang letaknya tidak terlalu jauh dari danau Tuadale. Pantai Tablolong di
desa Tablolong, dan pantai Air Cina yang masih satu desa dengan danau Tuadale,
namun berbeda dusun. Kedua pantai ini menawarkan aktivitas memancing bagi para
pendatang. Karena memang keduanya merupakan jalur migrasi ikan yang menuju ke
laut Sawu. Sehingga sangat ideal untuk dijadikan sebagai lahan bagi para
pemancing. Bahkan sering diadakan lomba memancing di pantai Tablolong.
Tetapi danau Tuadale memiliki konsep wisata yang
berbeda dengan pantai Tablolong ataupun pantai Air Cina. Danau Tuadale memang
tidak memiliki jalur migrasi ikan menuju laut Sawu, ataupun pasir putih yang bersih.
Tapi danau Tuadale memiliki potensi lain. Danaunya yang tenang, pepohonan
rindang yang mampu membuat iklim panas Kupang terasa teduh, danau yang mampu
menawarkan privasi bagi para pengunjung, serta ikan bandeng segar siap bakar
seharga Rp.40.000,-/kilo. Selain itu, bagi pengunjung yang menyukai tantangan,
dapat mencoba sampan yang digunakan untuk memukat dan mengelilingi danau.
Sekarang tinggal bagaimana caranya agar pengunjung
mau datang dan menjadikan obyek wisata Tuadale ini sebagai destinasi utama, dan
bukan tempat transit semata. Bagaimana? Bukan hanya dengan “mempercantik” danau
Tuadale; tapi juga dibutuhkan promosi, infrasuktur yang memadai, serta mampu
menunjang kenyamanan dan keamanan turis. Oleh sebab itu, dibutuhkan kerja sama
antara kepala desa Lifuleo dengan pemerintah kabupaten Kupang.
Danau Tuadale adalah salah satu dari sekian banyak
obyek wisata yang ada di Pulau Timor ini. Obyek-obyek wisata yang begitu
menyenangkan untuk dikunjungi. Namun masalahnya saat ini, hampir semua kekayaan
yang ada hanya masih berupa lahan mentah. Seperti danau Tuadale, permandian air
panas di Oh’aem, dan masih banyak lagi.
Kami adalah COMPAS MAPARSTA. Sebuah komunitas kecil
yang begitu mencintai pariwisata. Tak banyak yang dapat kami lakukan. Selain
mencari lahan-lahan mentah yang ada, dan terus mempublikasikannya. Sampai jumpa
di tulisan berikutnya, ketika kami lanjut bercerita tentang indahnya NTT kepada
dunia.
D_D & Rintho Dj. (y)
DANAU NEFOKO’UK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar